Sabtu, 05 November 2011

Sejarah Asal Usul Nama Gugusan Karang Di Kab. Tanah Bumbu


          Kabupaten Tanah Bumbu mempunyai luas wilayah sekitar 5.066,96 km2 atau 13,56% dari luas Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 10 kecamatan.  Kabupaten Tanah Bumbu juga merupakan salah satu dari ke 13 (tiga belas) kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan.  Dari ke-13 kabupaten/kota tersebut, hanya Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbulah yang mempunyai potensi laut dan terumbu karang.  Luas perairan laut Kabupaten Tanah Bumbu sekitar 640,9 km2 dengan gugusan terumbu karang lebih dari 60 buah.

Semua gugusan terumbu karang tersebut letaknya  hanya antara 300 m - 7.500 m (0,3 - 10,5 km) dari pesisir laut.  Gugusan terumbu karang tersebut secara keseluruhan letaknya mendominasi di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Loban, Angsana dan Kecamatan Satui.  Gugusan karang itu sudah diberi nama oleh nelayan setempat sejak jaman nenek moyang mereka dahulu.  Pemberian nama itu berdasarkan letak atau lokasinya, nama nelayan yang menemukannya, nama tempat sebagai tanda menemukannya, nama bentuk atau jenis karangnya, dan juga bahkan nama ikan yang dominan tertangkap disana.  Nama-nama tersebut sangat lucu dan mudah diingat, juga unik karena banyak istilah dari bahasa daerah (Bugis) sehingga mereka mudah menyebutnya sampai sekarang.

Sejarah nama-nama gugusan terumbu karang yang ada ini saya gali dan saya peroleh berdasarkan hasil survey dan observasi di lapangan serta hasil interview (wawancara) dengan masyarakat setempat melalui tokoh-tokoh (tetuha) nelayan  dan aparat desa hingga diperoleh hasil sedemikian rupa. 

Adapun sejarah asal usul nama masing-masing gugusan terumbu karang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (diurut berdasarkan kecamatan Simpang Empat, Batulicin, Kusan Hilir, Sungai Loban, Angsana dan kecamatan Satui) :
 
1.    Batu Gusung Payung
Batu Gusung Payung ini diberi nama oleh masyarakat setempat karena pada batu ini terdapat gusung yang luasnya mencapai puluhan hektar, di atas gusung ini terdapat batu karang (terumbu karang) yang luasnya mencapai ± 1,0 ha.  Karena terlalu luas, gusung ini menyerupai sebuah payung yang di atasnya terdapat gugusan karang.  Dengan demikian, sampai saat ini karang ini diberi nama Batu Gusung Payung. 

2.    Batu Tunurappu
Menurut wawancara, batu Tunurappu ini pertama kali diberi nama oleh orang yang sedang membakar ikan di atas kayu di atas kapal.  Konon, kata “tunurappu” ini mengandung arti bahwa memanggang atau membakar ikan di atas api, dengan cara membelah-belah ikan agar mudah matang.  Dengan demikian karang ini diberi nama dengan Batu Tunurappu, artinya karang yang biasanya para nelayan pencari ikan langsung membakarnya di atas perapian jika ikan yang ditangkap sudah diperoleh.

3.    Batu Garamesse
Batu Garamesse ini menurut salah satu sumber oleh nelayan setempat (H. Nurani, 55 tahun).  Karang ini berasal dari kata “garamesse” artinya “gemercik air”, yang terdengar melalui pendayung (atau kayu) jika di dekatkan di telinga pada saat mengetahui ada atau tidaknya karang di dasar perairan.  Bunyi gemersik air ini sangat jelas terdengar jika gugusan karang ada di dasar perairan.  Ia menanmbahkan, bahwa luas batu ini ± 1,5 ha dengan kedalaman 7 - 8 m.  Batu ini merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan setempat.

4.    Batu Mandi
Batu ini diberi nama Batu Mandi karena batu ini bisa timbul ke permukaan air pada saat air mengalami pasang surut terendah (paling surut), sebab karang ini kedalamannya hanya berkisar antara 0 – 4 m.  Jika air surut batu ini kelihatan dan jika air dalam maka batu ini tenggelam.  Kondisi batu yang seperti inilah yang menyebabkan karang tersebut diberi nama Batu Mandi yaitu kondisi batu yang seperti mandi (timbul tenggelam terkena air).

5.    Batu Mashidung
Batu Mashidung ini diberi nama karena konon menurut nelayan setempat di batu ini banyak terdapat ikan Mashidung, sehingga setiap nelayan memancing sering mendapat ikan Mashidung.  Karang ini kedalamannya mencapai 11 - 13 m dan terletak di bagian timur Kabupaten Tanah Bumbu (Kecamatan Kusan Hilir, desa Muara Pagatan Ujung).  Karang ini sangat dekat dengan Batu Pari (± 1,2 km saja).

6.    Batu Penyu
Penyu merupakan hewan laut yang dilindungi oleh Undang-undang.  Menurut nelayan setempat, di batu ini sering dijumpai nelayan penyu (banyak penyu) dengan demikian maka sampai sekarang batu ini disebut oleh nelayan Batu Penyu.  Batu Penyu ini kedalamnya mencapai lebih dari 10 m dengan kecerahan air pada saat survey = 200 cm, pH = 8,0, suhu  = 30C, salinitas = 28 ppm.

7.    Batu Babaraan
Batu babaraan ini sangat berdekatan dengan Batu Penyu, Batu Mashidung dan Batu Pari.  Batu Babaraan ini juga sama seperti ketiga batu lainnya ini, batu ini disebut Batu Babaraan karena pada batu ini banyak ditemukan ikan-ikan Babaraan (ikan Kakap Merah).  Batu ini sangat dekat dengan Batu Babaraan, yakni hanya 1,37 km saja dengan kedalaman yang relatif sama.  Batu ini juga merupakan salah satu "fishing ground" bagi nelayan yang berdomisili di sekitar muara Pagatan.

8.    Batu Pari
Batu Pari merupakan gugusan karang yang banyak terdapat ikan parinya (menurut penuturan nelayan setempat), sehingga para nelayan banyak mendapatkan ikan pari, maka dari itulah gugusan karang ini diberi nama Batu Pari.  Kedalaman karang ini mencapai 15 m dan dikategorikan karang tenggelam (dasar).  Menurut Udin (40 tahun), nelayan di Kampung Baru, Pagatan, di karang ini ada hiu yang menghantam perahunya pada saat memancing, panjangnya sekitar 4 m.  Di lain waktu,  di karang ini pula ia pernah menangkap hiu ukuran 2 m seberat 50 kg lebih dengan menggunakan pancing tangan.  Karang ini merupakan karang yang lumayan dalam di Kabupaten Tanah Bumbu, di samping Batu Lari yang letaknya di kecamatan Satui (Setarap), kedalamannya berkisar 15 - 20 m dan jauhnya 7,5 km dari bibir pantai.

9.    Batu Ampar
Batu Ampar merupakan gugusan karang yang terletak pada pesisir laut desa Betung Kecamatan Kusan Hilir dengan jarak ± 300 m dari pesisir pantai.  Batu ini mempunyai kedalaman 0 – 2,5 m dan jika air sangat surut maka karang ini akan terlihat ke permukaan air laut.  Batu ini sangat kecil yakni ± 0,1 ha saja.  Menurut para nelayan, batu ini letaknya tersusun secara terhampar di dasar (dalam bahasa Banjar = ampar atau beampar).  Dengan demikian, batu ini disebut oleh nelayan setempat Batu Ampar.
 
10.   Batu Payung
Batu ini juga terletak di desa Betung dan sangat berdekatan dengan Batu Ampar yaitu ± 276 m.  Batu ini tidak timbul, namun mempunyai gusung pasir yang menyerupai payung, makanya batu ini disebut dengan Batu Payung.  Pada saat disurvey, kondisi air sangat keruh akibat kondisi baru hujan, namun sudah terlihat karang batu (massif) yang timbul dan berwarna kekuningan dari atas air.  Kedalaman karang ini antara 1 - 3 m saja dan jaraknya dengan pesisir hanya ± 300 m saja, hal ini merupakan karang yang paling dekat dengan pantai diantara semua karang yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

 11.   Karang Batubarru
Karang Batubarru terletak di desa Sei Loban Kecamatan Sei Loban Kabupaten Tanah Bumbu.  Letaknya bertepatan ke arah Selatan Laut Jawa yang di lihat  pada jembatan ketiga (setelah jembatan pertama, yang merupakan perbatasan kecamatan Sei Loban dan Kusan Hilir/Desa Betung).  Konon ceritanya, kata masyarakat setempat asal usul pemberian nama Batubaru ini adalah karena gugusan karang ini pertama dan paling pertama di temukan oleh masyarakat di desa Sei Loban.  Dengan demikian, hingga sampai sekarang karang ini diberi nama Batubarru.  Di karang ini, baik masyarakat setempat maupun dari luar desa sering memancing ikan maupun menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap lainnya. Pada saat survey disini (snorkling), saya amati kedalamannya hanya mencapai 2 - 5 m, kondisi terumbu karang masih ada yang baik juga ada yang sudah tertimbun dengan sedimen karena letaknya sangat dekat dengan muara sungai.  Karang ini letaknya sekitar 800 m dari pesisir laut.  Karang Batubaru ini merupakan gugusan karang yang paling dekat dengan desa Sungai Loban.  Jika kita kesana dengan menggunakan kapal paling waktu tempuhnya hanya mencapai 10 menit.

12.    Karang Luar Tanjung
 Karang Luar Tanjung ini masih terletak di wilayah laut desa Sei Loban,  karang ini diberi nama berdasarkan letak atau posisinya yang berada di luar tanjung desa Sei Loban yang terletak di RT 02.  Gugusan karang ini masih berdekatan dengan Karang Batubaru, namun masih agak ke arah tenggara.  Jarak dari Karang Luar Tanjung ini ± 800 m ke Karang Batubaru sehingga jika ke arah pesisir pantai hanya sekitar 1,5 km saja jauhnya. Kedalaman air di karang ini hanya 2 - 4 m dengan luas ± 2,0 ha.  Kondisi perairan di karang ini sangat dipengaruhi oleh musim, pada saatmusim teduh kawasan karang ini kelihatan sampai dasar hingga wilayah yang berpasir.

13.    Karang Sungai Dua Laut
Karang Sei Dua Laut mempunyai sejarah asal usul berdasarkan posisi atau letaknya.  Secara geografis, karang tersebut terletak berdekatan dengan sungai yang ada di desa setempat, yaitu Sungai Dua Laut.  Konon menurut cerita dari par tetuha di desa tersebut, di desa ini ada 2 buah sungai kecil yang mempunyai sama-sama muara (dua sungai satu muara).  Namun, akibat adanya abrasi yang berkepanjangan, salah satu sungai tersebut (sungai yang berada di sebelah Barat) jebol sehingga mempunyai muara sungai masing-masing.  Hingga sekarang, desa ini disebut desa Sei Dua Laut, artinya ada 2 buah sungai yang bermuara ke laut.  Sedangkan karang yang berdekatan dengan sungai tersebut dinamakan Karang Sei Dua Laut.  Karang ini letaknya masuk lokasi Kecamatan Sungai Loban.

14.    Karang Sungai Pandan
Karang ini diberi nama Karang Sei Pandan karena letaknya yang berdekatan dengan Sungai Pandan, salah satu sungai kecil yang ada di desa Sei Dua Laut Kecamatan Sei Loban.  Karang ini letaknya tidak terlalu jauh dari pesisir pantai yakni hanya sekitar 1 km saja.  Pada saat dilakukan snorkling di gugusan karang ini, kondisi air sangat keruh sehingga tidak bisa dilihat kondisi terumbu karangnya.

15.  Karang Penyulingan
Penyulingan berasal dari nama sebuah dusun di desa Sei Dua Laut Kecamatan Sei Loban, tepatnya di RT IV (Dusun Penyulingan).  Di dusun ini hampir seluruh masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, dengan alat tangkap yang dominan digunakan adalah rempa kepiting. Alat tangkap lainnya berupa bagan tancap dan pancing. Tepat ke arah laut (selatan) dusun ini terdapat sebuah karang, yang mana pada zaman dahulu saat pertama kali karang ini ditemukan bertepatan garis lurus dengan dusun Penyulingan, sehingga dusun Penyulingan ini menjadi acuan untuk mencari karang tersebut.  Dengan demikian, hingga sampai sekarang karang tersebut dinamakan Karang Penyulingan (Batu Penyulingan).  Karang Penyulingan ini letaknya tepat di depan Tanjung Kandang Haur, dengan jarak sekitar 4,7 km ke arah laut.

16.    Karang Mangkok
Karang Mangkok ini berasal dari bahasa Indonesia ”mangkok”, diberi nama mangkok karena pada saat pertama orang tetuha dahulu melihat karang-karang yang ada banyak bentuknya seperti mangkok (karang dari genus Montifora).  Karang ini pertumbuhannya seperti helai-helai daun hingga menyerupai bentuk mangkok.  Karang ini kedalamnnya  berkisar antara 0  - 6 m, dengan kecerahan perairan 50 - 300 m lebih tergantung cuaca laut.  Karang ini mengalami  pengeringan pada bagian rataan terumbunya (reef plat) saat air berada di surut terendah.  Gugusan karang ini berada di Kecamatan Sungai Loban, antara desa Sungai Dua Laut dan Sebamban Lama.  Sampai sekarang jika kita melihat kesana masih banyak karang-karang yang bentuknya seperti mangkok.  Karena itulah gugusan karang ini diberi nama Karang Mangkok.

17.   Karang Samudera
Karang Samudera diberi nama bukan karena berdasarkan bentuk, nama penemu, atau pun berdasarkan letak/posisi nya secara geografis.  Berdasarkan keterangan dari tetuha nelayan di desa setempat, karang ini mempunyai sejarah yang cukup unik.  Sejarahnya yakni pada jaman dahulu (sekitar tahan 1970 an),  para nelayan menemukan kapal karam akibat terhempas gelombang di atas karang tersebut.  Kapal tersebut bernama ”SAMUDERA”, karena peristiwa dan nama kapal itulah maka karang tersebut diberi nama Karang Samudera.  Selain Karang Samudera (Batu Samudera), gugusan karang ini juga dikenal dengan nama Batu Anugerah.

18.   Karang Kandang Haur
Lain pula halnya dengan Karang Kandang Haur, karang ini disebut dengan Karang Kandang Haur karena lokasinya berdekatan atau sejajar dengan Tanjung Kandang Haur.  Karang ini letaknya sangat dekat dengan pantai, yakni ± 400 m saja.  Karang Kandang Haur sangat berdekatan dengan Karang Goa-Goa ± 381 m ke arah utara.  Karena letaknya yang sangat dekat dekan pesisir, kondisi karang ini perairannya agak keruh sehingga karang ini belum pernah di-snorkling-i, sebab kemarin pada saat mau disurvey masih keruh.  Suatu saat di lain waktu dan kesempatan akan kami lakukan survey di kawasan tersebut.  Waktu yang tepat untuk melihat dan mensurvey karang ini pada saat musim barat (akhir tahun sampai awal tahun, antara bulan Nopember  - Mei, itupun tergantung situasi laut), lokasi karang ini terdapat di Kecamatan Sungai Loban.

19.   Karang Batu Goa-goa
Mengapa namanya Goa-goa??? apa itu??? nama kabupaten di Sulawesi Selatan kah??? hehehe... ternyata bukan.  Batu Goa-goa merupakan karang yang unik, sebab menurut masyarakat setempat karang Batu Goa-goa ini banyak terdapat karang dan ikan hias yang beranekaragam, dan lebih uniknya lagi, pada jaman dahulu di karang ini pula banyk ditemukan karang yang bentuknya seperti gua sehingga sampai sekarang karang ini disebut dengan Batu Goa-goa, artinya karang yang banyak terdapat seperti goa.  Karang ini lokasinya berdekatan dengan Karang Kandang Haur, sekitar 400 m saja ke arah timur.  Karang ini permukaannya timbul pada saat air surut.

20.   Karang Wa Hasan
           Kata ”Wa Hasan” ini berasal dari bahasa Bugis ”Pua” yang berarti ”Bapak” atau orang yang lebih tua (sudah tua), sedangkan ”Hasan” berasal dari nama orang yang menemukan.  Sejarahnya, karang ini asal muasalnya ditemukan oleh Wa Hasan (Pak Hasan) yang bekerja sebagai nelayan rempa kepiting pada jaman dahulu yang tinggal di desa Sei Dua Laut.  Awal ditemukannya karang ini yakni sering tersangkutnya rempa kepiting yang beliau pakai di daerah perairan ini.  Beliau pun memeriksa ke dalam air ternyata ada gugusan terumbu karang sebagai penyebab tersangkutnya rempa kepiting beliau.  Karena beliau yang pertama kali menemukan gugusan karang tersebut, maka hingga sekarang karang in masih disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan Karang Wa Hasan.

21.  Karang Bagusung
Karang Bagusung merupakan karang yang mana di sekitarnya terdapat gusung (pasir) yang agak luas.  Sebelum sampai ke lokasi karang ini, biasanya terlebih dahulu dijumpai gusung (pasir) yang agak dangkal.  Kalo air surut berada pada posisi surut terendah, gusung ini hanya mencapai kedalaman ± 0,5 - 1 m.  Pasir ini terlihat jelas dan memutih di dalam badan perairan.  Karena kondisi tersebut di atas, maka karang ini dinamakan Karang Bagusung (Karang yang mempunyai gusung/bagusung).   Penulis pernah menyelami karang ini bersama Tim dari Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru.  Berdasarkan hasil pengamatan, karang ini masih terlihat baik dan terlihat mirip dengan gedung bertingkat di bagian slove-nya, juga masih banyak terdapat jenis-jenis ikannya.  Jika kita berangkat ke karang ini, sebelum sampai akan terlihat gusung pasir yang sangat luas, kemudian beberapa saat akan terlihat terumbu karangnya yang sangat indah mempesona.  Ikan-ikannya pun masih banyak, ada ikan kerapu, ikan kepe-kepe, ikan mentega, ikan kakap dan lain sebagainya.

22.  Karang Sei Bakau
Karang Sungai Bakau diberi nama sesuai dengan letak dan posisinya yang berdekatan atau di muka Tanjung Sungai Bakau.  Karang ini sangat dekat dengan pesisir pantai dengan jarak sekitar 300 – 400 m dan pada saat air surut akan terlihat jelas ke permukaan air.  Di Tanjung Sungai Bakau ini sampai sekarang masih banyak ditemukan pohon-pohon bakau yang terdapat di sepanjang dan mengelilingi sungai kecil dengan lebar ± 2 m dan dalam ± 1 – 2 m.  Karang ini termasuk dalam kategori karang timbul pada saat air surut, jika air surut sungai yang langsung bermuara di laut ini kering dan bisa dijalani.  itulah sebabnya lokasi ini disebut dengan Sungai Bakau.

23.  Karang Batu Cepa
Cepa merupakan nama jenis ikan karang dari family Carangide, ikan ini termasuk ikan komersil dan banyak tertangkap di Kabupaten Tanah Bumbu.  Menurut tetuha masyarakat/nelayan setempat ikan ini  banyak ditemukan di Batu Cepa.  Itu sebabnya karang ini dinamakan Batu Cepa, artinya karang yang banyak dihuni oleh ikan Cepa.  Pada saat melakukan snorkling dengan teman-teman, Karang ini kedalamannya antara 6 - 8 m dan merupakan kategori karang yang tenggelam (karang dasar).  Pada saat snorkling dan melakukan "tuck dive", diamati banyak karang yang patah-patah, namun karang yang masih bagus pun masih ada.  Kecerahan air berkisar 300 cm lebih pada saat air teduh.  Lokasi ini merupakan lokasi "fishing ground" bagi nelayan setempat dalam memenuhi kebutuhan protein dan kebutuhan keluarga mereka dengan cara memancing disini pada saat malam hari.
 
24.  Karang Batu Mingalai
Berdasarkan hasil wawancara, nama Batu Mingalai ini mempunyai sejarah bahwa pada jaman dahulu ada seorang nelayan yang bekerja sampingan sebagai petani.  Pada suatu malam, ia bermimpi memanen padinya (Bahasa Banjar = mengatam banih, bahasa Bugisnya = mingalai) dan sangat banyak hasilnya.  Setelah pagi harinya ia pun turun ke laut untuk menangkap ikan, kemudian setelah sampai di laut ia pun menemukan gugusan karang dan ia pun banyak memperoleh ikan di karang ini.  Setelah peristiwa ini terjadi, maka hingga sampai sekarang para nelayan setempat menamainya Batu Mingalai, mingalai artinya memanen padi (mengatam banih).

25.  Karang H. Seneng
Karang H. Seneng terletak di desa Sei Dua Laut Kecamatan Sei Loban dengan jarak ± 1 km dari pesisir pantai dan timbul pada saat air paling surut.  Konon menurut nelayan setempat, karang ini pertama kali ditemukan oleh seorang nelayan setempat (suku Bugis) yang bernama "Haji Seneng".  Hingga sampai sekarang nama karang ini disebut sebagai Karang H. Seneng.  Setelah melakukan snorklingan dan pengamatan di karang ini, kami menemukan banyak karang yang mati.  Kedalaman karang ini hanya sekitar 1 m jika air berada pada kondisi pasang surut terendah, jika air pasang (pasang surut tertinggi) kedalamannya bisa mencapai 4 m pada rataan terumbu (reef plat) dan 5 – 7 m pada tubir (reef slove) hingga mencapai dasar perairan.

26.  Karang Ambo Gemmi
Konon karang ini pertama kali ditemukan oleh "Ambo Gemmi" (suku Bugis) yang merupakan nelayan setempat.  Karang ini merupakan karang yang paling dekat dengan Karang Sei Pandan yakni dengan jarak ± 927 m.  Rata-rata kedalaman karang ini ± 4 m dengan luas ± 0,25 ha.  Karang Ambo gemmi ini kedalamnnya mencapai 4 - 5 m saja pada rataannya saat air pasang.  Karang ini juga sudah kami jelajahi walaupun hanya snorklingan.

27.   Karang Lola
Karang lola juga merupakan salah satu karang timbul yang terdapat di desa Sei Dua Laut kecamatan Sei Loban.  Karang ini memiliki luas ± 1,5 ha dengan kedalaman ± 0 – 8 m, karang ini termasuk dalam kategori karang yang timbul pada saat air laut mengalami pasang surut terendah.  Karang ini dinamakan Karang Lola karena di karang ini banyak dijumpai lola (sejenis biota laut yang hidup di karang).  Hingga saat ini, lola diyakini oleh nelayan setempat masih ada di sekitar karang tersebut.  Suhu air saat pengukuran = 30C dengan ph = 8,0 dan salinitas 29 ppm.

28.  Batu Beronang
Beronang (Siganus sp) merupakan nama salah satu jenis ikan laut yang hidup di daerah bebatuan karang.  Ikan-ikan ini sangat banyak dijumpai pada batu ini, dengan demikian nelayan menyebutnya dengan Batu Beronang.  Kedalaman karang ini hanya mencapai 5 - 8 m dengan kecerahan pada saat pengukuran = 230 cm, pH = 8,0, salinitas = 29 ppm dan suhu 30C.

29.  Batu Mona
Lain halnya dengan Batu Mona, pada batu karang ini, ikan yang lebih banyak dijumpai adalah ikan Mona, salah satu ikan dari family Ephippidae (Platax).  Ikan ini pada saat juvenil sangat lucu kelihatannya, ssirip-siripnya yang panjang seperti sungut dan berwarna hitam putih melintang di bagian tubuhnya.  Biasanya ikan ini anyak diperoleh nelayan dengan cara memancing.  Makanya sampai saat ini para nelayan menyebut batu ini dengan sebutan Batu Mona.

30.  Batu Mabelae
Karang mabelae merupakan karang yang letaknya lumayan jauh dari pesisir desa (± 7,75 km), karena lokasinya yang lumayan jauh dari pesisir inilah makanya karang ini disebut Karang Mabelae artinya karang yang letaknya agak jauh dari pesisir, mabelae = jauh, bahasa Bugis). Karang ini jaraknya dengan pantai (jika diambil garis tegak lurus atara - selatan) adalah ± 1,09 km, atau sejauh ± 7,8 km dari Tanjung Kandang Haur.  Pada tahun 2010, di sekitar karang ini pula pernah penulis melakukan diving dalam rangka pendokumentasian bawah air (underwater) dan penceburan rumpon dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tanah Bumbu sehingga sedikit banyaknya kami sudah mengetahui bagaimana kondisi Batu Mabelae ini.  Pada saat melakukan penyelaman, kami juga melihat adanya  rombongan ikan mondo  (seperti ikan manyung) berwarna coklat kehitaman yang lumayan besar dan bergerak ke arah kami.  Kedalaman karang ini berkisar 6 - 9 m dengan kecerahan air 300 - 400 m pada saat pengukuran.  Menurut nelayan setempat, luas Batu ini mencapai 1,0 ha.

31.  Batu Masjid
Batu masjid merupakan batu yang letaknya bertepatan di depan sebuah mesjid di RT 02 desa Sei Dua Laut kecamatan Sungai Loban.  Batu ini letaknya sekitar 1,42 km dari pesisir pantai (mesjid).  Karena penyebab inilah maka para nelayan setempat menyebutnya dengan Batu Masjid, artinya batu karang yang letaknya pas tegak lurus dengan mesjid yang ada di pesisir pantai.  Pada saat survey, kami ingin melakukan snorkling, namun karena kondisi gelombang yang lumayan besar, maka kami hanya dapat mengukur kedalamannya yaitu berkisar antara 4 - 6 m.  Menurut Nasib (39 tahun) nelayan setempat, luas karang ini diperkirakan hanya 0,25 ha saja.

32.  Batubaru
Karang ini terletak paling jauh dari pesisir pantai yakni ± 9,5 km atau 5,13 mil laut.  Asal usul nama ini sama dengan karang Batubarru di desa Sei Loban, namun karang ini merupakan karang kedua yang ditemukan.  Untuk membedakannya maka namanya diberi nama Batubaru (nama karang pertama adalah Batubarru).  Karang ini belum kami survey, namun nelayan setempat sering memancing kesana.

33.  Karang Luna Maya
Karang Luna Maya??? Karang ini luasnya hanya mencapai ± 0,25 ha dengan kedalaman antara ± 4 – 7 m.  Awalnya karang ini belum pernah ada yang mengasih nama.  Namun, pada saat survey dilakukan bersama-sama nelayan, maka secara resmi karang ini dinamakan Karang Luna Maya, sebab nelayan dan pelaksana survey yang menamakannya sangat menggemari artis Luna Maya.  Maka dari itulah karang ini diberi nama Karang Luna Maya.  Karang ini jauhnya hanya ± 5,86 km dari pantai dan paling dekat dengan Karang atau Batu Mona (± 737 m).  Karang ini juga belum kami selami (snorklingi) karena cuaca yang tidak mendukung.  Namun, suatu saat di lain waktu dan kesempatan akan kami lakukan survey lanjutan.

34.  Karang  Katoang
Karang Katoang mungkin sangat asing di telinga kita.  Karang ini merupakan karang yang paling dekat dengan Karang Samudera (Batu Anugerah) dan Karang Tanjung Waru, yakni hanya ± 1,1 km.  Karang ini kedalamannya hanya mencapai 2 - 6 m.  Berdasarkan hasil survey, tidak jauh dari karang ini terdapat padang lamun (sea grass) namun masih sedikit.  Menurut nelayan Sungai Dua Laut, di sekitar karang ini masih sering ditemukan penyu sebab di lokasi ini ada padang lamun sebagai tempat penyu mencari makan.

35.  Karang  Tanjung Waru
 Karang Tanjung Waru ini masih termasuk di kecamatan Sungai Loban juga dan berdekatan dengan Karang Katoang (± 1,1 km), jarak dengan pesisir hanya ± 1,85 km saja.  Karang ini masih belum sempat disurvey, namun sudah dipastikan bahwa karang ini benar-benar ada sebab karang ini kelihatan pada saat survey, tinggal melakukan survey lanjutan dan kalau memungkinkan disurvey dengan metode LIT (Line Intercept Transect) agar bisa diketahui kondisi karangnya (rusak, kritis atau sehat).  Menurut Habibi (42 tahun), nelayan asal Sungai Dua Laut, karang ini dinamakan Karang Tanjung Waru karena untuk menandai karang ini (supaya mudah menemukannya), maka acuannya adalah dengan tegak lurus tanjung dimana di tanjung tersebut terdapat pohon waru sebagai patokannya.  Hingga sekarang, karang ini masih dinamakan Karang Tanjung Waru. 

36.  Karang Bajangan Sebamban1
Karang Bajangan Sebamban 1 ini terletak persis di antara perbatasan desa Sebamban Lama Kecamatan Sungai Loban dan desa Bunati kecamatan Angsana, awalnya karang ini ada 2 (dua) buah dan letaknya berdampingan dengan jarak hanya sejauh ± 620 m saja.  Karena letak karang ini berdampingan maka diberi nama Karang Bajangan Sebamban 1 dan Karang Bajangan Sebamban 2.  Karang ini diberi nama sesuai dengan nama desa dimana ia berada.  Kedalaman Karang ini mencapai 2 – 7 m dengan luas ± 2,0 ha dan dikategorikan sebagai karang dasar (tenggelam).  Karang ini jauhnya ± 5,45 km dari pesisir pantai.  Pada saat melakukan snorkling disini, kondisi karang bervariasi dari yang sehat, sedang, rusak hingga kritis.

37.  Karang Bajangan Sebamban2
Lain lagi dengan Karang Bajangan Sebamban 2, jika dibandingkan dengan Karang Bajangan Sebamban 1 karang ini letaknya agak ke utara, jaraknya ± 5,0 km dari pesisir pantai.  Kedalamannya karang ini kurang lebih sama dengan Karang Bajangan Sebamban 1.  Selain lebih dekat dengan Karang Bajangan Sebamban 1, karang ini juga dekat dengan Batu Cepa, jaraknya ± 2,82 km namun lebih ke arah selatan (ke arah tengah laut).  Karang ini sudah pernah disurvey dengan cara diselami dan snorkling.  Kondisinya juga masih ada karang yang sehat, ada yang rusak dan ada pula yang kritis.

38.  Karang Bunati Kecil
Karang ini letaknya tepat di perairan laut desa Bunati dan letaknya agak ke barat daya muara sungai.  Karang ini kedalamannya berkisar antara 6 – 9 m dengan luas ± hanya 0,5 ha.  Karang ini dikategorikan sebagai karang dasar karena tidak pernah timbul ke permukaan (tenggelam).  Karang ini kondisinya ada yang masih sehat dan ada pula yang sudah rusak.  Pengalaman menyelam di karang ini sangat mengasyikkan karena ikannya masih banyak dan masih ada yang besar.  Ikan yang sempat terlihat oleh mata seperti ikan Barracuda, Beronang, Kakap Merah, Tenggiri, Pari, Lamun-lamun, Mona, dan lain sebagainya.  Menurut nelayan setempat, karang ini masih dijadikan sebagai fishing ground  (daerah penangkapan ikan) bagi nelayan desa sekitarnya.  Pada saat melakukan penyelaman, kecerahan air mencapai 300 m, tetapi jika kondisi cuaca cukup teduh kecerahan air bisa mencapai di atas angka tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat saya melakukan penyelaman disana, kondisi terumbu karangnya masih lumayan bagus dan ikannya pun masih banyak.  Ada genus Acropora, Anacropora, Montipora, Astreopora, Leptoserys, Fungia, Goniopora, dan lain sebagainya. 

39.    Karang Kima
Pada jaman dahulu, salah seorang nelayan yang ada di desa Angsana pergi mencari ikan ke laut.  Setelah sampai di suatu tempat (karang) ia melihat ada seperti daratan di tengah-tengah laut.  Kemudian ia mendekati daratan itu, ternyata daratan itu adalah gugusan terumbu karang yang timbul ke atas permukaan air laut.  Ia pun memberanikan diri mensurvey dan mengamati kondisi di sekitarnya.  Setelah menyelam sambil mengamati beberapa saat, ia menemukan sebuah makhluk aneh yang besar seperti tajau (tempat air), makhluk tersebut terlihat sudah agak tua dan ditumbuhi lumut, namun terlihat oleh nelayan tersebut semacam mulut yang bisa terbuka.  Tak lama kemudian, sang nelayan mengambil golok (parang), lalu memasukkannya ke dalam mulut tersebut dengan maksud untuk membukanya.  Namun alhasil, golok tersebut pun patah dan dibuangnya.
Karena merasa penasaran, ia lalu mengambil makhluk tersebut dan menaruhnya di atas kapal untuk dibawa ke daratan.  Setelah sampai di daratan, makhluk aneh itu kembali dibuka dan berhasil.  Dagingnya yang enak lalu dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat.

40.    Anak Karang Kima
Letak Anak Karang Kima ini sangat berdekatan dengan Karang Kima, namun agak ke arah utara (ke arah tepi pantai) ± 1 km.  Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh nelayan setempat, alasan karang ini diberi nama Anak Karang Kima  karena berdekatan dan berdampingan dengan Karang Kima.  Jarak antara Anak Karang Kima dengan Karang Kima ± 1,3 km, letak Karang Kima ini agak ke tengah dari Anak Karang Kima.  Berdasarkan hasil manta tow, saya amati di sekitar gugusan karang ini banyak ditemukan karang genus Acropora bentuk bercabang.  Untuk itu, bagi kapal-kapal yang sering melabuh jangkar disini harus sangat berhati-hati, karena bentuk branching sangat rentan dengan kerusakan.

41.    Batu Anjir
Karang Batu Anjir merupakan karang yng terletak di tengah-tengah antara Karang Kima dan Karang Batu Tengah. Pada saat pertama kali  ditemukan, karang ini tersangkut oleh kapal nelayan.  Agar tidak tersangkut lagi, nelayan memberi tanda dengan anjir yaitu kayu/bambu yang digunakan untuk mendorong kapal agar jalan yang dilalui kapal tidak mengakibatkan kapal kandas (mencari bagian laut yang dalam dengan menggunakan anjir).  Dengan demikian hingga saat ini karang ini disebut Karang Batu Anjir.

42.   Batu Sawar
Karang ini diberi nama Batu Sawar karena bentuk gugusannya yang memanjang ke arah laut.  Karang ini sangat dekat dengan pantai dan juga lebih dekat dengan Karang Ibu dibanding dengan karang lainnya.  Oleh karena bentuknya yang unik dan memanjang inilah maka karang ini disebut dengan Batu Sawar (Batu yang bentuk gugusannya memanjang).

43.    Batu Bajangan
Nelayan setempat menyebut ”bajangan” berupa warna air laut yang agak kemerahan.  Warna kemerahan ini ditimbulkan karena bayangan semu dari terumbu karang yang terlihat samar sebagai akibat dari kondisi air yang relatif dangkal.  Kondisi yang demikian terlihat pada saat pertama kali ditemukannya karang ini hingga karang tersebut dinamakan Karang Bajangan.

44.    Batu Penggadungan
Karang Penggadungan berasal dari kata ”gedung” yang diberi imbuhan  pe – an sehingga menjadi ”penggedungan”.  Oleh karena di desa setempat banyak dihuni oleh orang Banjar, maka akhirnya disebut ”Penggadungan”. Karang Penggadungan ini diberi nama sesuai dengan bentuknya, berdasarkan hasil wawancara karang ini memiliki keindahan bagi siapa saja yang melihatnya, sehingga jika dilihat sepintas menyerupai sebuah gedung yang besar, sehingga dengan demikian karang ini dinamai Karang Penggadungan oleh masyarakat setempat.  Perlu diketahui, karang ini pula merupakan salah satu tempat fishing ground nelayan dalam menangkap lobster air laut (lobster mutiara dan bambu) khususnya nelayan yang ada di desa Angsana.

45.    Karang Ibu
Karang Ibu letaknya tidak terlalu jauh dari pesisir pantai (± 300 m), karang ini dinamai Karang Ibu sebab konon jaman dahulu, nelayan yang sering memancing disini terdiri dari ibu-ibu nelayan.  Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat dan Tim Unit Selam Unlam, di Karang Ibu ini banyak dihuni oleh lobster air laut jenis bambu dn mutiara.  Penulis juga pernah menyelam di karang ini untuk memasang alat pengumpul benih-benih lobster  (sarang lobster) yang bahannya berasal dari bahan baku semen, pasir, kawat betoniser dan jaring.  Diharapkan dengan adanya alat ini indukan atau benih-benih lobster akan banyak terkumpul dan akan bertambah populasinya.

46.    Batu Teraban Kecil
Karang Teraban Kecil ini berdekatan dengan Anak Karang Kima dan Batu Penyaungan, dengan jarak antara ± 400 – 500 m.  Asal usul nama Teraban Kecil ini adalah karena letak karang ini dekat dengan Tanjung Teraban dan gugusan karangnya lebih kecil jika dibandingkan dengan karang lain yang ada di Tanjung Teraban (Karang Teraban Besar), namun karang yang satu ini belum disurvey dan diambil titik koordinatnya.

47.    Karang Sampaian Ampat
Karang Sampai Ampat mempunyai asal usul yang cukup unik, dimana didalam penamaan karang ini menggunakan 2 kata yang berasal dari bahasa Banjar, yaitu ”sampaian” dan ”ampat”.  Kata ”sampaian” artinya kayu penyangga tiang pada rumah, dimana setiap rumah pasti mempunyai penyangga tiang ini.  Kayu penyangga ini ditopang oleh masing-masing tiang rumah sehingga membentuk siku-siku (90̊).  Sedangkan kata ”ampat” artinya empat, maksudnya jumlah sampaian yang ada pada rumah tersebut sebanyak 4 buah, sebab ditopang oleh tiang sebanyak 4 buah pula.
Adapun hubungan antara rumah tersebut dengan penamaan terumbu karang adalah karena terumbu karang yang ditemukan bertepatan tegak lurus dengan sebuah rumah yang sudah tua.  Karena kondisi rumah tersebut sudah rusak, maka dari jauh yang terlihat hanyalah tiang-tiang dan kayu penyangganya (sampaian).  Sampaian rumah tersebut kemudian dijadikan patokan untuk menemukan letak terumbu karang dengan cara menembak garis lurus ke arah laut.  Dengan demikian, sampai saat ini karang tersebut dinamakan Karang Sampai Ampat.

48.    Batu Penyaungan
Penyaungan” merupakan salah satu kata yang berasal dari bahasa Banjar yang berarti ”mengadu”.  Asal kata penyaungan ini adalah ”saung”, yang diberi imbuhan pe-an.   Karang ini memiliki asal usul yang sangat menggelikan, bagaimana tidak, karang ini diilhami oleh nelayan setempat dengan seekor binatang piaraan yaitu ayam. 
Pada jaman dahulu, di lokasi sebelah timur muara Angsana sering dijadikan masyarakat tertentu untuk menyabung ayam (menyaung ayam).  Sehubungan dengan hal itu, tiba-tiba karang ini ditemukan oleh salah seorang nelayan setempat.  Setelah diamati, ternyata letak karang tersebut sangat persis berhadapan dengan lokasi penyaungan ayam tersebut.  Sejak saat itulah karang yang baru ditemukan ini diberi nama Batu Penyaungan.

49.    Batu Muara
Karang Muara ini merupakan gugusan karang yang paling dekat dengan  muara sungai desa Angsana kecamatan Angsana.  Kondisi air di karang ini terlalu keruh dibandingkan dengan karang-karang lainnya yang ada di desa Angsana.  Diperkirakan karang ini banyak tertutup sedimentasi atau endapan yang berasal dari daratan yang mengalir melalui muara sungai.  Karena letaknya demikian maka karang ini dinamakan Karang Muara oleh penduduk setempat.  Karang ini sangat jarang terlihat kecuali cuaca memang benar-benar teduh.

50.    Batu Pelampung
Sejarah karang ini berawal sesuai dengan namanya, dimana pada saat ditemukannya karang ini nelayan yang menemukannya langsung memberi tanda dengan ”pelampung”, yang terbuat dari kayu markuung (sejenis kayu yang ringan dan mudah timbul) pada alat tangkap sair (seser) untuk menangkap udang papay.    Pelampung ini diikat dengan seutas tali pada ujung sair, berguna untuk memudahkan nelayan dalam menangkap udang papay. Jadi, kalau mau ke karang lagi, cukup menyebutnya dengan Batu Pelampung (batu yang ditandai dengan pelampung).  Hingga saat ini karang tersebut masih disebut sebagai Batu Pelampung oleh nelayan setempat.

51.    Batu Luar Penggadungan
Batu Luar Penggadungan ini terletak agak ke tengah atau ke arah selatan Karang Penggadungan (di daerah luar dari Karang Penggadungan).  Jarak antara Batu Penggadungan dan Batu Luar Penggadungan ini ± 1,3 km jauhnya.  Karena letaknya yang demikian itulah maka karang ini dinamakan Batu Luar Penggadungan oleh masyarakat setempat.

52.    Tanjung Batu
Karang Tanjung Batu terletak persis di muka Tanjung Batu, yang merupakan sebuah tanjungan yang terdapat di bagian barat desa Angsana (dekat desa setarap).  Itulah sebabnya karang ini diberi nama Karang Tanjung Batu, yang artinya gugusan karang yang terletak persis di muka atau di dekat Tanjung Batu.  Secara geografis, karang ini berdekatan dengan Karang Penggadungan, dengan jarak sejauh ± 1 km ke arah timur.

53.    Luar Tanjung Batu
Karang ini terletak agak ke tengah atau ke arah luar dari Karang Tanjung Batu, itulah sebabnya mengapa karang ini disebut Karang Luar Tanjung Batu.  Jarak antara Karang Tanjung Batu dan Karang Luar Tanjung Batu ini mencapai   ± 1,6 km.  Karang Luar Tanjung Batu berdekatan dengan Karang Luar Penggadungan dengan jarak ± 1,5 km ke arah timur.

54.    Batu Tengah
Karang Batu Tengah ini mempunyai kedalaman antara 6 – 8 m dan banyak mempunyai beragam jenis-jenis ikan dan jenis-jenis terumbu karang.  Karang ini disebut Batu Tengah karena  terletak di tengah-tengah antara Karang Batu Bajangan dan Karang Batu Anjir.  Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada saat diving bersama tim Unit Selam Unlam, di karang ini masih banyak ditemui karang yang masih hidup.  Selain itu di karang ini pernah didirikan alat tangkap bagan tancap, ini terbukti dengan banyak ditemukannya  bekas lampu-lampu yang digunakan untuk bagan tancap (lampu strongkeng).  Di Karang ini pula banyak didominasi oleh hard coral (kerang keras), seperti dari genus acropora, anacropora, siderastreidae, pavona, turbinaria, sponge, porites, fungia, montipora dan banyak lagi yang lainnya.

55.    Batu Lari
Karang ini disebut Batu Bajangan Kecil karena konon bentuk dari gugusan  karang ini memanjang (berupa bajangan), namun bentuknya lebih kecil.  Jarak antara Batu Bajangan Kecil dan Batu Buaya ini tidak terlalu jauh, hanya ± 1,077 km saja.  Kedalaman karang ini mencapai ± 0 – 4 m, jika air sangat surut, maka karang ini akan timbul dan akan semakin jelas terlihat.

56.    Batu Buaya
Karang Batu Buaya terletak di pesisir laut desa Sei Cuka kecamatan Satui, di sebelah barat desa ini terdapat sungai yang merupakan perbatasan kabupaten Tanah Bumbu – Tanah Laut.  Karang ini dinamakan Karang Batu Buaya karena pada saat air surut karang ini kelihatan di atas permukaan air laut dan menyerupai seekor buaya yang sedang berjemur di tengah-tengah laut.  Karena faktor kemiripan inilah maka hingga sekarang karang ini disebut sebagai Batu Buaya oleh masyarakat setempat.

57.    Batu Bajangan Kecil
Karang ini disebut Batu Bajangan Kecil karena konon bentuk dari gugusan  karang ini memanjang (berupa bajangan), namun bentuknya lebih kecil.  Jarak antara Batu Bajangan Kecil dan Batu Buaya ini tidak terlalu jauh, hanya ± 1,077 km saja.  Kedalaman karang ini mencapai ± 0 – 4 m, jika air sangat surut, maka karang ini akan timbul dan akan semakin jelas terlihat.  Karang ini secara geografis terletak di Kecamatan Satui.

58.    Batu Bajangan Besar
Karang ini letaknya juga di wilayah kecamatan Satui dan berdekatan dengan Bajangan Kecil (jaraknya ± 3,48 km).  Asal mulanya batu ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian, sehingga untuk membedakannya karang ini dibedakan menjadi Batu Bajangan Kecil dan Batu Bajangan Besar.  Namun, Batu Bajangan Besar ini letaknya agak ke arah laut (barat daya).  Karang ini merupakan karang yang tenggelam dan tidak pernah timbul ke permukaan sekalipun pada saat air berada pada surut terendah.

59.    Batu Labuan Kenceng
Apa anda pernah mendengar ”labuan kenceng?” Jika kita amati, karang ini sangat unik asal usul namanya.  Kata labuan kenceng berasal dari kata ”labuan” dan ”kenceng”.  Labuan artinya melabuh atau membuang atau menjatuhkan (secara sengaja atau tidak sengaja), sedangkan kenceng artinya panci atau tempat yang digunakan untuk memasak nasi.  Konon, cerita ini berawal dari seorang nelayan tua dari desa setempat yang tengah asyik memancing ikan di karang ini.  Karena sudah merasa lapar ia berniat memasak nasi di kapalnya.  Ia pun mengambil beras dan memasukkannya ke dalam panci tersebut sambil membasuhnya dan membuang air bekas itu ke laut.  Namun, tiba-tiba dengan tidak disengaja akibat terkejut karena suatu hal, maka kencengnya tadi terjatuh ke  laut (di lokasi karang ini).  Nah, untuk mengingat lokasi atau tempat memancing ini, ia pun menamainya dengan Labuan Kenceng hingga sampai sekarang gugusan karang ini disebut Labuan Kenceng.
Pada saat dilakukan snorkling bersama nelayan setempat (Sungai Cuka) pada rataan karang ini, hampir tidak ada karang hidup yang terlihat.  Yang ada hanya bekas bongkahan atau rubble karang (patahan karang) yang ditumbuhi alga.  Lokasi seperti ini sangat cocok untuk dijadikan kawasan transplantasi terumbu karang dengan tujuan mengembalikan kondisi semula.  Saya yakin, dalam jangka waktu 2 – 3 tahun insya allah akan membawa hasil.  Sebab, kedalaman karang ini hanya mencapai 2 – 5 meter saja, sehingga jika dilakukan transplantasi bisa saja dilakukan tanpa harus menggunakan peralatan scuba diving.

60.    Batu Kembang
Karang ini cukup lokasinya jauh dari pantai, sekitar 10,75 km.  Kami belum pernah melakukan penyelaman, namun kami sudah pernah memancing disini.  Bukti adanya gugusan karang disini adalah sering tersangkutnya pancing kami (tersangkut dan kami angkat ternyata ada gorgonion, semacam akar bahar yang melekat di pancing kami).  Ikan yang tertangkap disini antara lain seperti kerapu, kakap, juku eja (bogor), kueh, tenggiri, kakap dan lain sebagainya.
Batu Kembang, begitu sebutannya.  Ternyata konon jaman dahulu para nelayan banyak memancing disini dan sering tersangkut.  Pada saat ditarik pancingnya ternyata ada karang yang melekat yang bentuknya seperti kembang (bunga) seperti Gorgonia, dengan demikian sampai sekarang karang ini dinamai Batu Kembang.

Nah, berdasarkan uraian seperti tersebut di atas, di perairan laut Kabupaten Tanah Bumbu sudah terdapat sebanyak 60 (enam puluh) buah gugusan terumbu karang.  Padahal, masih ada lagi gugusan karang lainnya yang namun belum disurvey lebih lanjut.  Untuk itu, data ataupun informasi mengenai gugusan terumbu karang ini selalu di-update sesuai dengan hasil survey lanjutan dan perkembangan jaman.

Dalam upaya mempersiapkan data dan informasi yang berguna dalam menunjang kegiatan konservasi dan pelestarian terumbu karang ke depan, sangat dituntut ketekunan, kepiawaian dan keuletan kita.  Jika kita sudah mengetahui tentang sesuatu, sudah barang tentu kita merasa ingin selalu menambah tahu apa yang kita rasakan.  Jika kita sudah menambah tahu apa yang kita rasakan, sudah barang tentu kita merasa ingin mengenalnya.  Jika kita sudah mengenalnya, sudah barang tentu kita merasa ingin menyayanginya.  Jika kita sudah menyanyanginya, sudah barang tentu kita merasa ingin mencintainya.  Jika kita sudah mencintainya, sudah barang tentu kita merasa ingin memilikinya.  Nah, begitu kita merasa memilikinya, pastilah dengan setulus hati dan dengan segenap jiwa dan raga kita akan menjaganya, memeliharanya bahkan melestarikannya sampai akhir hayat. (echo).

SAVE OUR CORAL REEFS...!!!
Selamatkan Terumbu Karang Untuk Anak Cucu Kita...!!!

Jumat, 04 November 2011

Ada BIOREEF Di Karang Angsana

 “BIOREEF”…. adalah salah satu cara untuk menumbuhkan atau menempelkan bibit-bibit (planula) terumbu karang, dengan bahan dasar terbuat dari batok (tempurung) kelapa.  Cara ini cukup aman bagi karang dan sangat ramah lingkungan.  Pada prinsipnya, planula karang yang ada di sekitar karang akan menempel pada permukaan batok kelapa dan berkembang menjadi karang dewasa.
 Di Tanah Bumbu, bioreef ini pertama kali diperkenalkan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, kepada Pemuda Sahabat Laut (PSL) Angsana, dengan difasilitasi oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Kalsel, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tanah Bumbu dan Penyuluh Perikanan.  
              Sebelumnya, bioreef ini telah diteliti dan direkomendasikan oleh Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK) di daerah Bali.  Sesuai dengan arahan dan bimbingan yang diberikan oleh tim BPSPL Pontianak, setelah beberapa minggu akhirnya para PSL Angsana pun berhasil membuat 11 buah bioreef yang akan disebar di laut Angsana.
             Bioreef ini dibuat dari cor semen yang berukuran 50 x 50 x 5 cm ( p x l x t ) dengan 9 buah tiang aluminium, dimana masing-masing tiang terdiri dari 4 susun batok kelapa yang bagian dalamnya diberi lobang dan dilapisi semen.
            Tepatnya selasa, 29 Juni 2010 silam, ke 11 buah bioreef berhasil dideploy (diletakkan ke dasar laut) Angsana, tepatnya di Karang Kima (4 buah), Batu Anjir (2 buah) dan Batu Bajangan (5 buah). Pada saat deploy ini, melibatkan PSL angsana, penyuluh perikanan (BP3KPD), kelompok nelayan, dinas terkait seperti tim BPSPL Pontianak, BROK, Diskanlut Kalsel, Dislutkan Tanbu, FPIK Unlam, serta perwakilan dari Bappeda, Dishub, Disbudpar, kelompok nelayan dan masyarakat setempat.                 Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai upaya pembelajaran dan motivasi bagi masyarakat agar dapat mengaplikasikan dan mengembangkan metode yang ada guna melestarikan terumbu karang yang ada di wilayah kabupaten Tanah Bumbu khususnya.  Menurut Elvan, salah satu peneliti BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan), batok kelapa yang digunakan pada bioreef ini sangat ramah lingkungan dan dapat dicari lebih mudah, juga mendayagunakan bahan yang tidak terpakai.  Hal ini sangat erat hubungannya melihat kondisi di kabupaten Tanah Bumbu,      batok kelapa sangat banyak dan sangat mudah ditemukan.
            Dalam membuat bioreef, ada beberapa bahan utama yang perlu dipersiapkan, diantaranya semen, besi betoniser, kawat, batok kelapa, pipa aluminium persegi empat dan klem plastic.  Sebelum dideploy ke laut, bioreef harus benar-benar kering dan kuat agar tahan lama di dasar laut.
            Dalam kesempatan ini, Ir. Andi Riswandi, M.Si, selaku Kepala BPSPL Pontianak menyebutkan pasca kegiatan deploy bioreef ini hendaknya jangan sampai disini saja, dia sangat berharap, agar nantinya ada kegiatan monitoring yang dilakukan oleh PSL/masyarakat Angsana dan penyuluh perikanan yang ada di lapangan yang dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan. (echo).
SAVE OUR CORAL REEFS...!!!
Selamatkan Terumbu Karang Untuk Anak Cucu Kita...!!!

Launching Demplot Penyuluh Perikanan : "Transplantasi Karang Metode Lepas Dasar"


Terumbu karang merupakan kumpulan biota-biota laut yang membentuk suatu ekosistem di perairan laut yang dangkal.  Walaupun terumbu karang sangat lambat pertumbuhannya, namun bisa kita budidayakan dengan cara mencangkok atau yang lebih dikenal dengan istilah “transplantasi”.  Transplantasi karang ini banyak macam atau metodenya, diantaranya transplantasi metode rak besi, metode tancap/patok, dan ada pula metode rantai.  Namun saat ini yang paling sering dilakukan oleh masyarakat/instansi biasanya metode rak besi ini, namun biayanya lumayan mahal. 

Kondisi subtrat yang sudah siap dilaunching ke dasar laut
Demplot atau percontohan transplantasi karang metode dasar ini dilakukan oleh penyuluh perikanan desa Angsana, sebagai wujud kepedulian terhadap rehabilitasi terumbu karang dengan dana swadaya dengan melibatkan nelayan setempat seperti Kelompok Nelayan, Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS), tokoh masyarakat, aparat desa, Karang Taruna dan tidak ketinggalan pula PSL (Pemuda Sahabat Laut) desa Angsana.

Kegiatan ini dilakukan dengan menempuh beberapa tahap diantaranya persiapan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan.  Pada tahap persiapan, dilakukan pembuatan substrat transplantasi yang terdiri dari adonan semen, batu dan pasir (cor) yang dicetak pada cetakan yang terbuat dari pipa paralon yang berdiameter 8 dan 5 in kemudian memberi label (tagging) pada substrat tersebut untuk memudahkan pemantauan nanti.  Kemudian tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan launching ke perairan laut dengan melibatkan masyarakat setempat.  Pada tahap monitoring, dilakukan pemantauan selama 4 bulan sekali, jadi dalam 1 tahun dilakukan sebanyak 3 kali monitoring.  Kegiatan monitoring rencana akan dilakukan pada bulan Mei, September dan bulan Desember 2009 mendatang, dengan melakukan pendataan mengenai pertumbuhan dan SR (survival rate) atau tingkat kelangsungan hidup karang serta kondisi kualitas perairan di lokasi transplantasi karang.

            Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan (desember 2009) dari persiapan sampai launching ke perairan laut.  Transplantasi ini ditanam di sebelah utara Karang Kima Angsana tepatnya pada titik koordinat  003° 47’ 31.6” LS dan 115° 36’ 29.5” BT yang ditanam tanggal 28 Desember 2009 silam.  Lokasi ini dipilih karena cukup tenang sehingga aman dan terhindar dari gempuran ombak karena terlindung oleh gugusan karang.

            Kegiatan ini berguna untuk percontohan bagi masyarakat setempat dalam mentransplantasi terumbu karang, dimana jika dibandingkan dengan metode rak besi, metode ini lebih sederhana dan biaya yang dikeluarkan pun lebih murah.  Bibit karang yang digunakan berasal dari sekitar lokasi dimana transplantasi karang akan dilakukan, yakni dari Karang Kima itu sendiri.

Tahap-tahap pelaksanaan demplot transplantasi karang metode lepas dasar
Untuk mempermudah dalam monitoring nanti, lokasi transplantasi diberi tanda berupa bendera biru yang diikatkan pada pelampung (buoy).  Substrat transplantasi ini ditanam sebanyak 50 buah dimana dalam 1 buah substrat terdapat 4 buah bibit karang, hingga total semua bibit karang yang ditransplantasi ada sebanyak 200 buah bibit.  Transplantasi ini ditanam dengan mengikatkan bibit karang pada substrat transplantasi kemudian diletakkan di dasar perairan di lokasi terumbu karang yang akan direhabilitasi (ditransplantasi).  Pengikatan karang dilakukan dengan mengikatkan bibit karang ke pipa paralon kecil menggunakan klem plastik. (echo).
Akhirnya mari kita semua untuk dapat menjaga dan melestarikan terumbu karang :

SAVE OUR CORAL REEFS…!!!
“Terumbu Karang sehat ikan melimpah, terumbu karang rusak ikan pun musnah”.